Balada Tong Sampah

Kamis, 17 Oktober 2019

Curhatan ke Manager Proyek Apartemen tempat aku tinggal..

“Barusan aku nyemprot 3 ibu. Mereka habis nemenin anak-anak SD, yang berbahasa Inggris, berenang ramean.. kayaknya abis makan, sampah bekas makanan ditinggal gitu saja di kursi-kursi di pinggir kolam.

Kupanggil lah para ibu itu, trus nanya “bu ini apa ya?” (sambil nunjuk ke kantong plastik di lantai. Salah satu ibu menjawab, “ oh itu cuma sampah.” Naik darahlah aku.. Mungkin ibu-ibu itu pikir aku nanya, karena takut mereka ketinggalan sesuatu.

Sambil mungutin sampah-sampah yang mereka tinggalkan, aku bilang, “mungkin lain kali anak-anak bisa diajarkan langsung saja buang sampah ke tempatnya kalau sudah selesai makan.” Catatan hatiku: Ngomong pakek bhs enggris ning klakuan kamso..

Buang sampah pada tempatnya rasanya bukan sesuatu yang istimewa. Rasanya itu sebuah kebiasaan baik yang diajarkan sejak anak-anak masih kecil. Sama seperti mengucapkan terima kasih, permisi, meminta maaf,mengucapkan kata tolong. Rasanya hal-hal umum yang berlaku universal. Berlaku di mana saja. Jadi keinget kotbah pendeta Nugroho Yudhi Rumpoko, yang sudah saya mintakan ijin untuk di-“pajang” di blog saya, “Hidup Benar Pasti Bahagia.”

Ternyata banyak kebiasaan-kebiasaan baik yang dulu ada sekarang sudah hilang. Akhirnya, ketika ada orang melakukan hal-hal yang sepertinya biasa saja, seperti mengantri, membuang sampah di tempatnya, menyeberang melalui zebra cross atau jembatan penyeberangan orang, mengantri, sekarang jadi fenomena untuk diviralkan.

Lalu bagaimana anak-anak bisa bertumbuh menjadi pribadi yang memiliki karakter yang baik, jika orang-orang dewasa yang terlibat dalam proses pertumbuhan mereka, tidak memberikan contoh yang baik.

“Oh, itu Cuma sampah” kalimat yang keluar begitu saja, tapi bermakna ketidakpedulian dan yang bikin “tanduk” di kepalaku muncul. Kalau Cuma sampah, kenapa juga ga langsung dibuang aja ke tong sampah.

Children are great imitator. So give them something great to imitate.

Membangun generasi penerus yang berkualitas, tentunya tidak hanya dengan kepintaran otak saja. Tapi dibutuhkan kemampuan untuk berempati, mengerti kebutuhan orang lain, peduli pada lingkungan sekitar. Dan untuk mencapai tujuan itu, dibutuhkan orangtua dan lingkungan yang memberikan contoh yang benar kepada setiap anak yang ada dalam tanggung jawab mereka.

Jarak tong sampah dari kantong plastik yang ditinggalkan hanya sejauh itu.. jadi memang bukan soal jarak, tapi soal kebiasaan baik yang seharusnya dicontohkan, sayangnya masih banyak dilupakan oleh para orang dewasa, yang menyandang gelar “ORANGTUA”

I write to share what I see through my heart, my personal point of view and my own analysis.

Related posts:

Tukilan Kotbah, Pdt Nugroho Yudhi Rumpoko, GKI Bintaro: JALAN ORANG BENAR MENUJU KEBAHAGIAAN