Asnawi vs Asnawi

Selama bertahun-tahun, setelah akhirnya bisa menerima keberadaan saya sebagai keturunan Tionghoa, saya selalu menyebut diri saya sebagai Asnawi – Asli ciNa betaWi, karena saya lahir di Jakarta. Tidak pernah terpikirkan bahwa istilah yang saya bahkan sudah lupa didapat dari mana itu, akan membawa saya pada sebuah pertemuan yang menjadi momentum berharga untuk disyukuri.

Kurang lebih 4 tahun lalu, saya berkenalan dengan seorang wanita, seorang ibu yang ternyata Asnawi juga. Dan kali ini, bukan karena beliau keturunan Tionghoa, tapi karena memang itulah nama keluarganya. Wiwiek Asnawi. Mbak Wiwiek, begitu saya menyebutnya, seorang wanita Jawa yang entah mengapa, punya karakter kocak yang seringkali membuat saya bisa tertawa terbahak-bahak ketika mendengar celetukan-celetukannya. Ayam geprek beserta sambelnya, kerap membuat saya lupa berat badan. Mbak Wiwiek, memang jago masak. Dan semua masakannya, cocok di lidah saya.

Hari ini, mbak Wiwiek berulang tahun. Tak saya tanya juga, berapa usianya. Buat saya, itu tidak penting. Tapi yang penting adalah, saya bersyukur bisa mengenalnya. Memiliki seorang teman yang berlaku seperti saudara. Menjadi inspirasi dalam perjalanan iman saya.

Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.  Amsal 17:17

Selamat ulang tahun, mbak Wiwiek. Damai sejahtera dan sukacita melimpah untukmu. Membuatmu tetap sehat, sehingga terus bisa menikmati kasih setia Tuhan Yesus, di sepanjang sisa usia. Tetaplah giat melayani dan menjadi berkat bagi setiap orang, yang mengenal dan berada di dekatmu, melalui kisah-kisah hidupmu yang luar biasa. Tuhan Yesus memberkati.