Sebuah tukilan kotbah, dari Pendeta Nugroho Yudhi Rumpoko, GKI Bintaro Jakarta
MAZMUR 112:1-10
Orang yang hidup dalam kebenaran, seperti apakah dia? Roma 5:7 menggambarkan hal yang luar biasa. Dikatakan tidak ada orang yang berani mati untuk ‘orang benar’, maknanya adalah hidup dalam kebenaran yaitu taat hukum, setia kepada aturan, menolak korupsi, menjaga ucapan dan tindakan, ternyata tidak menarik orang lain untuk mendukungnya bahkan dibela sampai mati. Sebaliknya untuk ‘orang baik’, yaitu orang yang sering menolong, memberi bantuan, memberi sumbangan, memberikan uang, dikatakan ‘mungkin’ ada orang yang bersedia bela-belain sampai mati. Mengapa demikian?
Contoh berikut bisa menjelaskannya: saya memiliki sepupu yang bekerja di Bea Cukai. Dia adalah anak Tuhan yang setia. Dia teguh menolak uang siluman dalam jumlah dan bentuk apa pun. Intinya dia orang yang hidup dalam kebenaran. Persoalannya lingkungan pekerjaannya brengsek dan korup. Dia di ping-pong kemana-mana keliling Indonesia dari daerah pelosok ke pelosok lainnya. Baru beberapa bulan belakangan kembali ke Jakarta itu pun ditugaskan di Tangsel. Kebenarannya mengganggu “pundi-pundi” teman-temannya yang brengsek dan korup tersebut. Jadi, orang benar tidak ada yang mau membela mati-matian, itulah maknanya.
Untuk itu dapat dikatakan ‘susahnya hidup jadi orang benar’. Begitu susahnya sehingga langka untuk ditemukan. Bukti kelangkaan tersebut dapat dilihat dari banyaknya orang menerima penghargaan untuk tindakan kebenaran yang dilakukannya. Hal ini bukan pertanda baik, namun menunjukkan citra buruknya manusia Indonesia yang terpesona oleh kebaikan-kebaikan kecil yang mestinya biasa-biasa saja. Misalkan ada pejabat antri dapat penghargaan, ada pejabat membersihkan tumpahan kopinya sendiri dapat penghargaan, ada orang kaya membuang sampah pada tempatnya dapat penghargaan, sekali lagi ini bukan bagus tetapi menunjukkan betapa langkanya orang benar di negeri ini.
Memang tidak mudah menjadi orang benar, sebab tantanganya berat. Bandingkan hal ini, beranikah kita mengatakan bahwa Durian itu tetap Durian saat semua orang menyebutnya Rambutan? Tetapkah kita bersedia waras saat semua orang menjadi gila dan kita satu-satunya yang waras kemudian ada yang bertanya “Yang gila kita atau kamu?” menantang bukan?
Untuk itu Firman Tuhan mengajarkan apa agar kita tetap hidup dalam kebenaran?
Pertama mengarahkan diri kepada Tuhan, bersumber dari ayat 1. Terus mengarahkan diri sampai kita “otomatis” mengerti kehendak dan kemauanNya. Sampai disebut “ahlinya” Tuhan. Bandingkan para Pilot yang diperlengkapi Buku Panduan Kejadian Abnormal. Buku itu terdiri dari dua jilid dan selalu berada di Cockpit pesawat dengan warna khas biru cerah. Memang saat ini sudah jarang sebab diganti Tab. Buku-buku tersebut bisa setiap saat di baca oleh Pilot maupun wakilnya. Namun dalam keadaan darurat mereka tidak mungkin lagi membaca-baca buku itu sebab akan terlambat. Pilot dan wakilnya sudah semestinya hapal dan paham apa yang harus dilakukan dalam keadaan darurat.
Sebagai orang beriman sudah semestinya mengenal Tuhan sedemikian rupa sehingga “ahlinya” dengan perintah dan kehendakNya. Sehingga saat dibutuhkan dalam kondisi apa pun kita sudah mengerti apa yang harus dilakukan.
Kedua diberkati secara duniawi, bersumber dari ayat 2-3. Tuhan menyediakan berkat dan penghargaan saat kita bersedia hidup dalam kebenaran. Berkat dalam bentuk karunia duniawi. Dikatakan kita akan menerima keturunan anak-cucu yang sejahtera, kekayaan dan harta. Hal ini sebenarnya masuk akal dan sederhana saja. Sebagai contoh ketika kita punya usaha atau bisnis dan dikerjakan dengan baik dan benar pasti, pasti kita tetap dapat untung dan tidak akan jatuh rugi, benarkah? Pasti benar. Hanya bedanya yang curang bisa dapat keuntungan lebih banyak, tapi dengan cara curang! Yang curang pada akhirnya akan mendapatkan akibatnya. Bukankah kita lebih suka untung sewajarnya dikemudian hari kita tetap menikmati makan enak tidur nyanyak. Mana yang menjadi pilihan kita?
Dalam Roma 8:37 terdapat istilah ‘lebih dari pemenang’. Unik bukan? Pemenang biasanya adalah yang terbaik namun Firman Tuhan mengatakan ada yang lebih baik dari seorang pemenang. Apa artinya? Ternyata seperti yang kita ketahui bahwa orang bisa menghalalkan semua cara untuk menjadi pemenang, termasuk dengan kecurangan. Kemenagan semacam itu adalah kemenangan semu, pura-pura menang. Tuhan menghendaki kita menang dari pemikiran, proses hingga tindakan yang benar. Sehingga kemenangan kita dapat menjadi inspirasi dan teladan bagi orang lain. Ini kemenangan yang sejati, inilah yang dimaksud lebih dari pemenang.
Ketiga siapa menabur dia akan menuai, bersumber dari ayat 3-6. Hukum tabur tuai disini bukan tabur tuai yang ‘naif’ dimana siapa menabur pasti menuai. Sebab pada kenyataannya para petani bisa mengalami puso dan gagal panen. Namun para petani tidak berhenti menanam. Sama dengan kehidupan kita, jangan berhenti berbuat baik, karena kebaikan pada akhirnya akan memberikan kebaikan kepada kita, walau tidak selalu sesaat kebaikan itu dapat dirasakan.
Apalagi jika ada orang yang kelakuannya seperti iblis dimana kebaikan dibalas dengan kejahatan, sebab wajarnya manusia dimana ada kebaikan ia akan membalas dengan kebaikan dan itu manusiawi. Memang yang paling istimewa adalah Tuhan kita yang membalas kejahatan dengan kebaikan. Mungkin kita tidak mampu sesempurna Tuhan, namun setidaknya kita menjadi manusia pada umumnya yang membalas kebaikan dengan kebaikan.
Hal ini nampak dari ayat-ayat tersebut diatas, contohnya ayat 3 “…kebajikannya tetap untuk selamanya” dalam ayat 4 ditunjukkan hasilnya “Di dalam gelap terbit terang bagi orang benar” disatu sisi orang benar adalah orang yang “pengasih dan penyayang orang yang adil” dan ayat 5 hasilnya “Mujur orang yang menaruh belas kasihan…”. Jadi teruslah berbuat kebaikan, sebab berkat Tuhan tidak akan berhenti.
Keempat percaya diri, bersumber dari ayat 7-8. Kata-kata mutiara berani karena benar adalah nasihat yang penting. Untuk apa takut kalau kita benar namun banyak orang “gila” diluar sana yang lebih berani walau mereka salah. Tentu kegilaan semacam itu akan menerima ganjarannya sendiri.
Fakta sejarah membuktikan bahwa kejahatan akan diganjar dengan setimpal, maka jangan takut menunjukkan kebenaran. Walau kebenaran itu seperti obat, bahkan seperti suntik yang sangat dibenci oleh semua orang sakit. Namun seperti obat yang pahit dan suntik yang menyakitkan ternyata awal terjadinya kesembuhan. Tunjukkan sikap sebagai orang benar sebab keadaan yang lebih baik ditentukan oleh orang-orang yang seperti itu. Amin