Pengkotbah 3:1: Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya
30 tahun yang lalu, meninggalkan Semarang, kota tempatku menghabiskan 5 tahun masa remajaku, membuatku kehilangan jalinan pertemanan yang sudah dibuat selama bertahun-tahun. Nama dan wajah menjadi samar dan akhirnya hilang sama sekali dari ingatan, seiring dengan berlalunya sang waktu. Hanya beberapa nama dan wajah yang melekat dalam benak.
Perjalanan hidup memang aneh. Ditemukan kembali merupakan satu mantra ajaib. Sebagian teman sekolahku dulu di Kebon Dalem, mendadak kembali dalam hidup dewasaku. Menyenangkan? Pasti. Namun 30 tahun bukan waktu yang pendek. Waktu mengubah seseorang. Aku berubah, begitu juga teman-temanku. Aku tak bisa mengingat banyak cerita dari tiap-tiap teman. Namun dalam beberapa bulan, aku memahami. Perubahan-perubahan itu memberiku pengalaman baru. Ada teman yang dulu rasanya tak banyak bicara denganku, sekarang bisa berbagi cerita. Dulu tak kenal, sekarang menjadi teman baik.
Semarang, 26 Desember 2016, menjadi salah satu momen penting dalam rajutan kenangan masa remajaku. Memeluk erat, Ay Fang, Puspa, Julia, Lindani, Natalia, Bhe-bhe, Inge, Yenly, Yurike, Linarti. Kemudian duduk dalam diam memperhatikan teman-teman SD dan SMPku yang lain, Benny, Chatarina, Hendi, Bing Djwan – sang pemilik tempat kami berkumpul – membuatku merasa pulang ke rumah. Dalam ketenanganku, aku bisa menuliskan cerita baru dalam hatiku.
Dewi kepang teman mungilku yang namanya tak pernah hilang dari ingatan. Bisa memeluknya kembali, menghabiskan banyak waktu bersamanya, membuatku berharap kami bisa terus berteman.
Rehwen, yang kini sering kuganggu dengan memanggilnya “Wendra”. Sosok yang nyaris tak kukenali ketika masa sekolah. Sekarang menjadi sosok menyenangkan untuk berbagi cerita.
Ita Nuryanti. Sang Pemasok pil koplak Aku tak pernah mengenalnya dimasa sekolah dulu. Bahkan tak pernah tahu kalau dia ada. Entah kenapa, saat ini, dengan segala keanehannya, Ita menjadi salah satu teman terdekatku.
Ay Fang. Perempuan tomboy berwajah unik, yang masih tomboy dan berwajah unik sampai aku bertemu kembali dengannya. Melihatnya, bisa memeluknya, memberiku kesenangan tersendiri.
Linda Bhe-bhe, perempuan cantik, teman lama yang tak kusangka akan melakukan hal aneh yang membuatku tak akan pernah mau melupakan dirinya. Sewa becak. Becak lengkap dengan abangnya, demi mengulang kebersamaan naik becak di masa lalu.
Agustinus. Yang dari dulu kupanggil “dekik”. Tak pernah menyangka akan bisa melihatnya lagi. Tapi sekarang dia “Titan dekik”. Dulu kukira, lesung di pipinya akibat tertusuk paku. Ternyata memang dekik sejak lahir. Hehe..
Hendi Hariadi. Tukang ngeyel. Aku tak bisa mengingatnya sama sekali. Tapi dia teman yang menyenangkan. Dan aku bersyukur bisa mengenalnya.
Stephanie Xugie. Perempuan kreatif yang entah bagaimana caranya, akhirnya ada dalam lingkaran pertemananku. Aneh, tapi aku bersyukur bisa mengenalnya.
Arif Eko. Tak ada ingatan sama sekali tentang dia. Tapi sekarang, dia teman kreatifku.
Harry Budiono. yang kupanggil “Kian Dong” pemasok kopiku. Sama seperti Arif, tak ada ingatan sama sekali tentang dia. Tapi Kian Dong, sekarang juga teman baik. Bahkan Lenny istrinya, ditambahkan dalam lingkaran pertemananku. Menyenangkan.
Puspa, aku baru tahu kalau matanya yang membesar ketika sedang bersemangat bercerita. Suatu saat, harusnya aku bisa mengunjunginya di Makassar.
Natalia, Julia, Lindani, Linarti. Teman-teman yang baru kuingat setelah melihat foto masa sekolah. Aku senang bisa melihat mereka kembali.
Francisca Novy, teman mungilku yang lain, yang kutemui di Temanggung 2 hari kemudian. Berat rasanya meninggalkan Novy di parkiran kantornya, aku berharap, bisa bertemu dengannya lagi..
Lilis Widjaja. Tak banyak ingatanku tentang dia semasa SMP. Namun berkunjung ke rumahnya, memberiku kebahagiaan yang meluap.
Aku tak akan melupakan bahwa Tuhan juga sudah mempertemukanku dengan Kangmas Soerono Handoyo, cece Djay Yien dan salah satu teman terbaikku Ariveany Inanugraha.
Dipertemukan kembali dengan Andy Gunawan, rasanya aku tak pernah bisa bicara dengannya waktu SMP dulu. Tapi dimasa dewasaku, aku bisa berteman baik dengannya. Dengan Siswadhi Pranoto. Dia beda dari yang kuingat. Tapi dia tetap sosok teman yang menyenangkan. Aku bersyukur bisa bertemu lagi dengannya.
Tuhan mempertemukan ku juga dengan Sylvia Joyce. Datang jauh dari Medan ke Jakarta dan menyediakan waktu untuk bertemu denganku. Perempuan bertekad baja yang menjadi teman berbagi pengalaman.
Tuhan bahkan mengantarkan aku pergi ke negeri orang dan bisa bertemu dengan Vivien Subadha. Perempuan manis yang dulu membuatku kesal. Obyek perhatian pria muda yang kutaksir semasa SMP. Masa lalu. Vivien memiliki hati yang melayani. Berada bersama keluarganya selama beberapa hari, memberi kenangan yang sulit dilupakan.
Hingga saat aku menulis blog ini, aku masih berharap bisa bertemu Sylvia Danoe, sang gudang informasi. aku sempat berpikir dia intel, saking banyaknya info yang dia punya. Sentanto, teman lama yang pertama kali menemukanku di facebook. Juga seorang teman yang wajahnya masih kuingat Robby Mulyadi.
Pertemuan kembali dengan teman-teman dari masa sekolahku, pasti bukan kebetulan. Setiap teman adalah kepingan puzzle. Ada kepingan yang cocok untuk melengkapi puzzle kehidupanku. Ada kepingan yang kupikir cocok namun ternyata milik puzzle kehidupan orang lain. Namun, melalui setiap kepingan itu, Tuhan memberiku kesempatan menjalani proses menjadi lebih dewasa dan mengingat kembali panggilan pelayananku. Untuk setiap kepingan puzzle yang hadir, aku menaikkan syukurku.
Amsal 17:17, Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.
Aku meninggalkan tahun 2016 dan memasuki tahun 2017 dengan satu doa… setiap kepingan puzzle yang tepat mengisi puzzle kehidupanku, akan tetap berada di tempatnya sampai perjalanan hidupku berakhir.